11. Abul Wafa Al-Buzjani
Pada
abad ke-10 M, peradaban Islam juga pernah memiliki seorang matematika yang tak
kalah hebat dibandingkan Khawarizmi. Matematikawan Muslim yang namanya
terbilang kurang akrab terdengar itu bernama Abul Wafa Al-Buzjani.
Abul Wafa adalah seorang saintis serba bisa.
Selain jago di bidang matematika, ia pun terkenal sebagai insinyur dan astronom
terkenal pada zamannya. Kiprah dan pemikirannya di bidang sains diakui
peradaban Barat. Sebagai bentuk pengakuan dunia atas jasanya mengembangkan
astronomi, organisasi astronomi dunia mengabadikannya menjadi nama salah satu
kawah bulan. Dalam bidang matematika, Abul Wafa pun banyak memberi sumbangan
yang sangat penting bagi pengembangan ilmu berhitung itu. “Abul Wafa adalah
matematikawan terbesar di abad ke 10 M,” ungkap Kattani.
Betapa
tidak. Sepanjang hidupnya, sang ilmuwan telah berjasa melahirkan sederet
inovasi penting bagi ilmu matematika. Ia tercatat menulis kritik atas pemikiran
Eucklid, Diophantos dan Al-Khawarizmi, sayang risalah itu telah hilang. Sang
ilmuwan pun mewariskan Kitab Al-Kami yang membahas tentang ilmu hitung
aritmatika praktis. Kontribusi lainnya yang tak kalah penting dalam ilmu
matematika adalah Kitab Al-Handasa yang mengkaji penerapan geometri. Ia juga
berjasa besar dalam mengembangkan trigonometri.
Abu Wafa
tercatat sebagai matematikus pertama yang mencetuskan rumus umum sinus. Selain
itu, sang matematikus pun mencetuskan metode baru membentuk tabel sinus. Ia
juga membenarkan nilai sinus 30 derajat ke tempat desimel ke delapan. Yang
lebih mengagumkan lagi, Abul Wafa membuat studi khusus tentang tangen serta
menghitung sebuah tabel tangen.
Tentu
Sobat pernah mengenal istilah secan dan cosecan juga di pelajaran matematika.
Nah, ternyata Abul Wafa lah yang pertama kali memperkenalkan istilah matematika
yang sangat penting itu. Abu Wafa dikenal sangat jenius dalam bi dang geometri.
Ia mampu menyelasikan masalah-masalah geometri dengan sangat tangkas.
Sejatinya,
ilmuwan serba bisa itu bernama Abu al-Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn
Ismail Ibn Abbas al-Buzjani. Ia terlahir di Buzjan, Khurasan (Iran) pada
tanggal 10 Juni 940/328 H. Ia belajar matematika dari pamannya bernama Abu Umar
al- Maghazli dan Abu Abdullah Muhammad Ibn Ataba. Sedangkan, ilmu geometri
dikenalnya dari Abu Yahya al-Marudi dan Abu al-Ala’ Ibn Karnib.
Abu Wafa
memang fenomenal. Meski di dunia Islam modern namanya tak terlalu dikenal,
namun di Barat sosoknya justru sangat berkilau. Tak heran, jika sang ilmuwan
Muslim itu begitu dihormati dan disegani. Orang Barat tetap menyebutnya dengan
nama Abul Wafa. Untuk menghormati pengabdian dan dedikasinya dalam
mengembangkan astronomi namanya pun diabadikan di kawah bulan.
Di
antara sederet ulama dan ilmuwan Muslim yang dimiliki peradaban Islam, hanya 24
tokoh saja yang diabadikan di kawah bulan dan telah mendapat pengakuan dari
Organisasi Astronomi Internasional (IAU). Ke-24 tokoh Muslim itu resmi diakui
IAU sebagai nama kawah bulan secara bertahap pada abad ke-20 M, antara tahun
1935, 1961, 1970 dan 1976. Salah satunya Abul Wafa.
Kebanyakan,
ilmuwan Muslim diabadikan di kawah bulan dengan nama panggilan Barat. Abul Wafa
adalah salah satu ilmuwan yang diabadikan di kawah bulan dengan nama asli.
Kawah bulan Abul Wafa terletak di koordinat 1.00 Timur, 116.60 Timur. Diameter
kawah bulan Abul Wafa diameternya mencapai 55 km. Kedalaman kawah bulan itu
mencapai 2,8 km.
Lokasi
kawah bulan Abul Wafa terletak di dekat ekuator bulan. Letaknya berdekatan
dengan sepasang kawah Ctesibius dan Heron di sebelah timur. Di sebelah barat
daya kawah bulan Abul Wafa terdapat kawah Vesalius dan di arah timur laut
terdapat kawah bulan yang lebih besar bernama King. Begitulah dunia astronomi
modern mengakui jasa dan kontribusinya sebagai seorang astronom di abad X.
Salah
satu jasa terbesar yang diberikan Abul Wafa bagi studi matematika adalah
trigonometri. Trigonometri berasal dari kata trigonon (tiga sudut) dan metro
(mengukur). Ini adalah sebuah cabang matematika yang berhadapan dengan sudut
segi tiga dan fungsi trigonometrik seperti sinus, cosinus, dan tangen.
Trigonometri
memiliki hubungan dengan geometri, meskipun ada ketidaksetujuan tentang apa
hubungannya; bagi beberapa orang, trigonometri adalah bagian dari geometri.
Dalam trigonometri, Abul Wafa telah memperkenalkan fungsi tangen dan
memperbaiki metode penghitungan tabel trigonometri. Ia juga turut memecahkan
sejumlah masalah yang berkaitan dengan spherical triangles.
Secara
khusus, Abul Wafa berhasil menyusun rumus yang menjadi identitas trigonometri.
Inilah rumus yang dihasilkannya itu:
Selain
itu, Abul Wafa pun berhasil membentuk rumus geometri untuk parabola, yakni:
Rumus-rumus
penting itu hanyalah secuil hasil pemikiran Abul Wafa yang hingga kini masih
bertahan. Kemampuannya menciptakan rumus-rumus baru matematika membuktikan
bahwa Abul Wafa adalah matematikawan Muslim yang sangat jenius.
12. Umar Kayyam
Umar
Kayyam lahir pada tahun 1048 di Khurasan. Nama lengkapnya adalah Ghyasiddin
Abul Fatih ibn Ibrahim al-Khayyam. Sejak kecil, Khayyam sudah memperoleh
pendidikan yang baik dari orang tuanya. Salah seorang gurunya adalah Imam
Muwaffak, seorang pendidik yang terkenal pada masa itu.
Umar
Khayyam dikenal sebagai ilmuwan cerdas abad pertengahan. Ia memiliki nama besar
di bidang matematika, astronomi, dan sastra. Sehubungan dengan itu, ia mendapat
julukan Tent Maker dari para ilmuwan semasanya.
Kecemerlangan
nama Umar Khayyam menarik perhatian Sultan Malik Syah. Pada suatu ketika,
Sultan menawarkan kedudukan tinggi di istana pada Khayyam, namun ditolaknya
dengan sopan. Khayyam lebih memilih menekuni dunia ilmu pengetahuan dari pada
menjadi pejabat. Akhirnya, Khayyam pun diberi fasilitas oleh Sultan. Ia diberi
dana yang besar untuk membiayai penelitian khususnya di bidang matematika dan
astronomi.
Sultan juga mendirikan sebuah pusat observasi
astronomi yang megah, tempat Khayyam mempersiapkan dan menyusun sejumlah tabel
astronomi di kemudian hari. Di samping itu, Umar Khayyam juga diangkat menjadi
ketua dari sekelompok sarjana yang terdiri dari delapan orang. Kedelapan orang
sarjana tersebut adalah orang-orang pilihan Sultan yang ditunjuk untuk
mengadakan sejumlah penelitian astronomi di Perguruan Tinggi Nizamiah, Baghdad.
Para
ilmuwan inilah yang kemudian berhasil melakukan modifikasi terhadap perhitungan
kalender muslim. Menurut perhitungan Khayyam, masa satu tahun adalah 365,24219858156
hari. Ia menghasilkan perhitungan yang sangat akurat hingga membuat para
ilmuwan memuji kecerdasannya. Pada akhir abad XIX, para astronom menyatakan
bahwa masa satu tahun adalah 365,242196 hari. Sementara itu, hitungan terakhir
untuk masa satu tahun adalah 365,242190 hari. Sebuah nilai yang tidak jauh
berbeda dari perhitungan Umar Khayyam berabad-abad sebelumnya.
Sejak
tahun 1079, Umar Khayyam mulai menerbitkan hasil penelitiannya berupa tabel
astronomi yang dikenal sebagai Zij Malik Syah. Adapun di bidang
matematika, khususnya mengenai aljabar, ia juga menghasilkan sebuah karya,
seperti al-Jabr (Algebra). Di kemudian hari, karya ini diedit dan
diterjemahkan dalam bahasa Perancis. Al-Jabr dianggap sebagai sebuah
sumbangan terbesar Umar Khayyam bagi negerinya dan perkembangan ilmu
matematika.
Umar
Khayyam adalah orang pertama yang mengklasifikasikan persamaan tingkat satu
(persamaan linier) dan memikirkan pemecahan masalah persamaan pangkat tiga
secara ilmiah. Selain itu, Umar Khayyam juga telah memperkenalkan sebuah
persamaan parsial untuk ilmu aljabar dan geometri. Ia membuktikan bahwa suatu
masalah geometri tertentu dapat diselesaikan dengan sejumlah fungsi aljabar. Ia
merupakan matematikawan pertama yang menemukan metode umum penguraian akar-akar
bilangan tingkat tinggi dalam aljabar, dan memperkenalkan solusi persamaan
kubus
Pada
abad XVX dan XVII, persamaan semacam ini justru lebih banyak digunakan oleh
para ahli matematika Eropa. Hal ini merupakan bukti bahwa Umar Khayyam dan
pengikutnya, Nashiruddin al-Thusi, telah berhasil mendahului para ahli
matematika Barat. Karya Khayyam lainnya adalah Jawami al-Hisab. Karya
ini memuat referensi paling awal tentang Segitiga Pascal dan menguji balik
postulat V yang menyangkut teori garis sejajar, suatu hal mengenai geometri
Euclides yang sangat mendasar.
Sebagai
seorang muslim, Umar Khayyam termasuk kelompok moderat. Ia mempunyai pandangan
yang berbeda dengan kebanyakan muslim pada waktu itu. Dengan kemampuannya
bersastra, Khayyam juga menulis sejumlah puisi yang menggambarkan kisah
hidupnya. Puisi tersebut termuat dalam karyanya yang berjudul Rubaiyat.
Kini, karya tersebut masih tersimpan di negeri kelahirannya. Sementara itu,
karya sastra Khayyam yang lain telah banyak diterjemahkan dalam bahasa Inggris,
antara lain oleh Fitz Gerald pada tahun 1839.
13. Al-Biruni
Nama lengkap al-Biruni adalah Abu al-Raihan
Muhammad bin Ahmad al-Khawarizmi al-Biruni. Saintis ensiklopedis abad ke-9 ini
dilahirkan di kota Khawarizmi, salah satu kota di wilayah Uzbekistan pada tahun
362 H (973 M). Adapun nama Al-Biruni berasal dari kata Birun dalam bahasa
Persia yang berarti kota pinggiran.
Dinamakan demikian karena tanah kelahirannya
terletak di pinggiran kota Kats yang merupakan pusat kota Khwarizm. Kota
tersebut memang dahulu dikenal termasuk wilayah Persia. Sehingga, al-Biruni
biasanya dikenal ilmuan dari Persia Timur.
Tradisi dan lingkungan di negeri al-Biruni
mempengaruhi karakter dan keilmuannya. Pada waktu itu, merupakan masa-masa emas
bidang sains Islam di wilayah Asia Tengah.
Ia hidup sezaman dengan Abu Nashr Manshur,
astronom kenamaan asal Khurasan yang menguasai karya-karya klasik Yunani
seperti Ptolomeus dan Menelaus. Al-Biruni bahkan pernah belajar langsung ilmu
astronomi kepadanya. Gurunya Abu Nashr Manshur meskipun seorang pengkaji
filsafat Yunani, akan tetapi framework pemikirannya tidak terpengaruh oleh
filsafat paripatetik Yunani.
Frame ini diajarkannya kepada al-Biruni.
Makanya al-Biruni dikenal cukup keras dan lugas menyikapi fenomena filsafat
paripatetik Yunani. Dengan ajaran Gurunya itu, al-Biruni tampil sebagai
kritikus yang keras terhadap filsafat Yunani. Ia pernah berkorespondensi dengan
Ibn Sina, mendiskusikan tentang filsafat dan pengaruhnya terhadap cendekiawan
muslim waktu itu (Sains dan Peradaban di Dalam Islam, halaman 115). Selain
sezaman dengan dua ilmuan tersebut, al-Biruni juga semasa dengan al-Haitsam,
seorang ilmuan muslim ahli fisika.
Ia termasuk ilmuan yang memiliki modal
kecerdasan matematis. Al-Biruni senantiasa menolak segala asumsi yang lahir
dari khayalan. Pemikirannya logis, tapi tidak pernah menafikan teologi.
Al-Biruni adalah pelopor metode eksperimental ilmiah dalam bidang mekanika,
astronomi, bahkan psikologi. Ia menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari
eksperimen dan bukan sebaliknya.
Al-Biruni termasuk saintis esiklopedis, karena
pakar dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Memang tradisi para cendekiawan
muslim dahulu adalah mereka tidak cukup puas menguasai dalam satu bidang ilmu
saja. Al-Biruni selain dikenal sebagai seorang ahli matematika, juga menguasai
bidang-bidang sains lainnya.
Sepanjang hidupnya, al-Biruni telah
menghasilkan karya tidak kurang dari 146 buku (sebagian ahli bahkan mengatakan
bahwa al-Biruni telah menulis 180 buku). Kebanyakan merupakan karya bidang
astronomi yakni ada sekitar 35. Sisanya buku tentang astrologi, geografi,
farmakologi, matematika, filsafat, agama, dan sejarah.
Bidang sains yang dikuasainya adalah astronomi,
geodesi, fisika, kimia, biologi, dan farmakologi. Selain itu ia juga terkenal
sebagai peneliti bidang filsafat, sejarah, sosiologi dan ilmu perbandingan
agama. Tentang bidang sosial ini al-Biruni mendapat gelar seorang antropolog,
karena penelitiannya yang serius tentang kehidupan keagamaan orang India.
Hasil risetnya dibukukan dengan judul Tahqiq
maa lii al-Hindi min Maqulah Maqbulah fi Al-‘Aqli aw Mardzwilah dan Tarikh
al-Hindi.
Di antara pencapaian intelektualnya tersebut,
peletakan dasaar-dasar trigonometri merupakan prestasi besar al-Biruni di
bidang matematika. Trigonometri adalah cabang ilmu matematika yang membahas
tentang sudut segitiga.
Di dalamnya terdapat istilah-istilah
trigonometrik, yaitu sinus, cosinus, dan tangen. Dasar-dasar dari teori
trigonometrik ini ternyata telah lama dikenal oleh ilmuan muslim terdahulu abad
kesembilan Masehi. Al-Biruni dikenal sebagai matematikawan pertama di dunia
yang membangun dasar-dasar trigonometri.
Landasan-landasan trigonometrik tersebut kemudian dikembangkan ilmuan Barat. Dan diaplikasikan ke dalam beberapa cabang ilmu, seperti astronomi, arsitektur, dan fisika. Al-Biruni sendiri pernah mengaplikasikannya secara matematik untuk membolehkan arah kiblat ditentukan dari mana-mana tempat di dunia.
Landasan-landasan trigonometrik tersebut kemudian dikembangkan ilmuan Barat. Dan diaplikasikan ke dalam beberapa cabang ilmu, seperti astronomi, arsitektur, dan fisika. Al-Biruni sendiri pernah mengaplikasikannya secara matematik untuk membolehkan arah kiblat ditentukan dari mana-mana tempat di dunia.
Meskipun ilmu trigonometri telah dikenal di
Yunani, akan tetapi pematangannya ada di tangan al-Biruni. Ia mengembangkan
teori trigonometri berdasarkan pada teori Ptolemeus. Hukum Sinus (The Sine Law)
adalah temuannya yang memperbaiki teori Ptolemeus.
Hukum ini merupakan teori yang melampaui
zamannya. Seperti yang popular dalam trigonometri modern terdapat hukum sinus.
Hukum sinus ialah pernyataan tentang sudut segitiga. Rumus ini berguna
menghitung sisi yang tersisa dari segitiga dari 2 sudut dan 1 sisinya
diketahui.
Prestasi al-Biruni lebih diakui daripada
Ptolemeus karena dua alasan:
Pertama, teorinya telah memakai sinus sedangkan
Ptolemeus masih sederhana, yaitu menggunakan tali atau penghubung dua titik di
lingkaran (chord).
Kedua, teori trigonometri al-Biruni dan para
saintis muslim penerusnya itu menggunakan bentuk aljabar sebagai pengganti bentuk
geometris.
Rumus sinus dinyatakan rumus praktis dan lebih
cainggih. Menggunakan logika matematika modern dan sangat dibutuhkan dalam
perhitungan-perhitungan rumit tentang sebuah bangunan. Dunia arsitektur sangat
memanfaatkannya untuk mengukur sudut-sudut bangunan. Ilmu astronomi juga
diuntungkan. Dalam tradisi Islam, dimanfaatkan dalam ilmu falak, penghitungan
bulan dan hari.
Penggunaan aljabar dalam teori trigonometri
al-Biruni sangat dimungkinkan menggunakan teori aljabar Al-Khawrizmi, seorang
matematikawan muslim asal Khawarizm. Ia merupakan generasi matematikawan asal
Khurasan sebelum al-Biruni.
Menurut Raghib al-Sirjani, ilmu aljabar
Al-Khawarizmi tidak hanya menginspirasi matematikawan Khurasan dan sekitarnya,
seperti Abu Kamil Syuja al-Mishri, al-Khurakhi dan Umar Khayyam saja, akan
tetapi karya agungnya Al-Jabar wa Muqabalah menjadi buku induk di universitas
Eropa. Dan al-Biruni termasuk saintis pengkaji temuan Al-Khawarizmi tersebut.
Makanya, teori trigonometri modern al-Biruni
sesungguhnya sangat berjasa terhadap ilmu aljabar Al-Khawarizmi. Sebab, berkat
temuan al-Khawarizmi terutama temuannya tentang angka nol, al-Biruni mampu
mengangkat ilmu trigonometri Ptolemeus menjadi teori yang berpengaruh hingga
era matematika modern saat ini.
Al-Biruni juga menjelaskan sudut-sudut istimewa
dalam segitiga, seperti 0, 30, 45, 60, 90. Penemuan ini tentu sangat memberi
kontribusi terhadap ilmu-ilmu lainnya. Seperti ilmu fisika, astronomi dan
geografi. Karena memang ilmu matematika merupakan dasar dari ilmu-ilmu
astronomi dan fisika.
Oleh sebab itu, teori Ptolemeus sesunggunya
masih sederhana dan belum bisa dikatakan sebagai trigonometri dalam ilmu
matematika modern. Hukum sinus itulah merupakan hukum matematika penting dalam
ilmu trigonometri.
Teori ini memberi kontribusi yang cukup besar
terhadap pengembangan ilmu yang lain. Ia telah menggunakan kaedah penetapan
longtitude untuk membolehkan arah kiblat ditentukan dari mana-mana tempat di
dunia.
Di saat ia mencapai kematangan intelektual,
al-Biruni banyak didukung oleh para sultan dan penguasa untuk mengembangkan
keilmuannya untuk bidang astronomi dan fisika. Ia pernah menulis al-Qanun
al-Mas’udi, karya tentang planet-planet atas dukungan Sultan Mas ’ud dan
dihadiahkan kepadanya. Buku ini merupakan ensiklopedi astronomi yang paling
besar, tebalnya lebih dari 1.500 halaman. Di dalamnya ia menentukan puncak
gerakan matahari, memperbaiki temuan Ptolemeus.
Al-Biruni juga pernah tinggal dan bekerja untuk
sebagian besar hidupnya di istana Sultan Mahmud, dan putranya, Mas’ud. Selama
bergaul itulah al-Biruni banyak menghasilkan karya-karya astronomi dan
matematika. Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia
sains. Karya-karya peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap
berbagai disiplin sekaligus.
Selain mendapat pujian dari ummat Islam,
al-Biruni juga mendapatkan penghargaan yang tinggi dari bangsa-bangsa Barat.
Karya-karyanya melampaui Copernicus, Isaac Newton, dan para ahli Indologi yang
berada ratusan tahun di depannya. Baik ulama maupun orientalis sama-sama
memujinya.
Salah satu bentuk apresiasi ilmuan dunia hingga
saat ini adalah pada tahun 1970, International Astronomical Union (IAU)
menyematkan nama al-Biruni kepada salah satu kawah di bulan. Kawah yang
memiliki diameter 77,05 km itu diberi nama Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni
Crater).
14. Al Batani
Al
Batani lahir di Kota Harran. Satu kota di wilayah Urfa yang saat ini merupakan
kawasan di negara Turki. Al Batani lahir pada 858 Masehi. Pendidikan pertama
beliau, diperoleh dari ayahnya Jabir Ibnu San`an Al Batani. Ayahnya juga sangat
terkenal sebagai ilmuwan di masa itu.
Setelah
menyelesaikan pendidikannya di Harran, Al Batani kemudian pindah ke Raqqa. Hal
ini karena Al Batani mendapatkan beasiswa dari Bank Euphrates. Di abad ke-9,
dia lalu pindah ke Samarra dan bekerja di sana. Di kota inilah berbagai
temuan-temuan Al Batani yang terkenal dan fenomenal dilahirkan.
Jasa
Al Batani terhadap kalender Islam sangatlah besar. Di sini, Al-Batani
mengusulkan teori baru dalam menentukan kondisi terlihatnya bulan baru, yang
kita sebut sebagai hilal. Tak hanya itu, Al Batani juga berhasil mengubah
sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari ke dalam 60 bagian (jam)
menjadi 12 bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam waktu malam sehingga berjumlah
24 jam.
Sudut
kemiringan bumi terhadap matahari saat berotasi juga ditemukan oleh Al Batani,
yaitu sebesar 23o35`. Bahkan lamanya bumi berevolusi terhadap matahari, secara
akurat mampu dihitung Al Batani sebanyak 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24
detik.
Sejumlah
karya Al Batani tentang astronomi, terlahir dari buah pikirnya. Salah satu
karyanya yang paling populer adalah “al-Zij al-Sabi”. Kitab ini banyak
dijadikan rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad. Di dalam buku
ini ditulis berbagai penemuannya, seperti penentuan perkiraan awal bulan baru,
perkiraan panjang matahari, koreksian hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit
bulan, dan planet-planet tertentu.
Di
buku “al-Zij al-Sabi” juga Al-Batani mengembangkan metode untuk menghitung gerakan
dan orbit planet-planet. Tak heran, buku ini memiliki peran utama dalam
merenovasi astronomi modern yang berkembang di Eropa. Tokoh-tokoh astronomi
Eropa seperti Copernicus, Regiomantanus, Kepler, dan Peubach konon bisa
berhasil dalam ilmu astronomi berkat jasa Al Batani. Bahkan Copernicus dalam
bukunya `De Revoltionibus Orbium Clestium` mengaku berutang budi pada
Al-Batani.
Sejumlah
istilah-istilah dalam ilmu astronomi banyak yang muncul pertama kali dari mulut
Al Batani. Misalnya saja seperti azimuth, zenith, dan nadir.
Buku
fenomenal lainnya karya Al-Batani banyak diterjemahkan negara-negara barat.
Misalnya saja buku “De Scienta Stelarum De Numeris Stellarum”. Buku itu hingga
sekarang masih disimpan di Vatikan, Roma, Italia. Buku ini kini diterjemahkan
dalam berbagai Negara, yang tersebar secara luas tak hanya di daratan Eropa
saja, tetapi mencapai benua Amerika, Asia, Afrika, dan Australia.
Dalam
bidang matematika, Al Batani banyak berperan dalam hal trigonometri. Istilah,
pengertian, dan sejumlah rumus sinus dan cotangen berhasil diuraikannya dengan
sempurna, lengkap dengan tabel-tabelnya dalam bentuk derajat-derajat sudut.
Atas
jasa-jasanya di bidang astronomi, nama Al Batani dijadikan nama salah satu
kawah yang ada di bulan. Nama kawah tersebut adalah kawah Albategnius. Al
Batani meninggal dunia pada 929 Masehi di Kota Qasr al Jiss, satu kota di
wilayah Samarra. Konon, ia meninggal saat pulang dari Kota Bagdad
A. KESIMPULAN
Banyak
matematikawan muslim yang berperan penting didalam perkembangan ilmu
matematika. Namun sangat memalukannya kita sebagai seorang muslim hanya sedikit
yang mengetahui peran mereka semua.
Alkwarizmi
penemu aljabar dan angka nol, abul wafa’ namanya dituliskan di kawah bulan,
Al-Hajjaj bin Yusuf orang pertama yang menerjemahkan elemen euclid, Al-qalasadi orang yang mengenalkan
simbol-simbol matematika, Al-Jawhari orang yang memberi dalil pada elemen
euclid, dan banyak lagi tokoh matematika muslim yang perannya dibidang
matematika yang sangat penting.
Sumber : Caboot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar